Menurut survei JakPat, faktor terbesar Generasi Z memilih meninggalkan pekerjaan karena ketidaksesuaian antara gaji dan tanggung jawab pekerjaan. Ketidakseimbangan ini menyebabkan penurunan produktivitas hingga menimbulkan stress. Beberapa alasan lain adalah jam kerja tidak teratur, budaya kerja yang toxic, SOP dan aturan yang tidak jelas hingga lingkungan kerja yang toxic. Kondisi ini dapat menyebabkan peningkatan tingkat stres, kecemasan, dan bahkan depresi di kalangan pekerja muda. Di Indonesia, kesehatan mental pekerja sudah diperhatikan dengan adanya UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada pasal 35 ayat (3). Di mana pemberi kerja dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja. Presiden Jokowi baru saja memutuskan untuk menghentikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Hal ini menandai bahwa COVID-19 sudah tidak menjadi ancaman di Indonesia. Luasnya cakupan vaksinasi COVID-19 dan tumbuhnya imunitas masyarakat tentunya berperan besar dalam hal ini. Kilas balik selama tiga tahun terakhir, di mana masyarakat hidup dalam bayang-bayang COVID-19. Banyak pelajaran yang bisa diambil, banyak permasalahan yang kemudian terbuka, banyak solusi yang muncul. Hal ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang dapat beradaptasi, dan dengan berusaha maka kesempatan selalu terbuka lebar. Salah satu permasalahan yang timbul dan mulai terbuka di masyarakat adalah tentang kesehatan mental. Tekanan ekonomi, tekanan pendidikan dan pekerjaan, tekanan pertemanan dan gaya hidup, merupakan salah satu stressor bagi masyarakat, termasuk bagi individu dewasa muda.